ZAKAT

Standar

Zakat berasal dari kata bersih (الزَّكَاءُ), tumbuh atau berkembang (النَّمَاءُ), dan tambahan (الزِّيَادَةُ). Dinamakan demikian karena zakat membuahkan dan mengembangkan harta. (Ibnu Qudamah, 2013 : 433)

Secara istilah Malikiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah

إِخْرَاجُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٌ مِنْ مَالٍ بَلَغَ نِصَابًا لِمُسْتَحِقَّهِ إِنْ تَمَّ الْمِلْكُ وَالْحَوْلِ غَيْرُ مَعْدِنٍ وَحَرْثٍ.

Mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nishab kepada orang yang berhak menerima (mustahik), jika sempurna kepemilikan dan haulnya selain barang tambang dan tanaman. (Wahbah, 2011 : 165)

Zakat adalah bagian dari Rukun Islam. Zakat juga bagian dari sedekah wajib, ibadah dijalan Allah ﷻ, dimana sedekah itu bagian dari infaq. Berbentuk harta secara finansial, berupa uang tunai, hasil ternak, hasil panen, hasil pertanian atau pun emas perak yang ditimbun.

Zakat adalah ibadah yang hukumnya wajib, jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan berdosa. Jika seorang muslim tidak mengeluarkan zakat dan mengingkari kewajibannya, ia dinyatakan keluar dari Islam. Sedangkan, muslim yang enggan mengeluarkan zakat, tapi ia masih mengakui bahwa zakat adalah wajib, maka dia berdosa atas keengganannya mengeluarkan zakat, tapi ia tidak keluar dari Islam. Bagi penguasa, dia berhak mengambil zakat hartanya secara paksa.

Zakat adalah sarana paling utama untuk mengatasi kesenjangan, merealisasikan solidaritas atau jaminan sosial dalam Islam. Zakat, menjaga dan membentengi harta dari penglihatan orang, jangkauan tangan-tangan pendosa dan pelaku kajahatan. Rasulullah ﷺ bersabda :

حَصِّنُوْا أَمْوَالَكُمْ بِا الزَّكَاةِ، وَدَاوَوْا مَرْضَاكُمْ بِا الصَّدَقَةِ، وَأَعِدُّوا لِلْبَلَاءِ الدُّعَاءَ. الطبرني
“Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit dari kalian dengan sadaqah, siapkanlah doa untuk bala bencana.”

DASAR HUKUM KEWAJIBAN ZAKAT

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Zakat difardhukan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua hijriah setelah kefardhuan puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Zakat dibarengkan dengan shalat dalam al-Quran pada 82 tempat, yang mana menunjukkan kesempurnaan hubungan antar keduanya. Zakat terhukum wajib berdasarkan Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, dan Ijma’ Ulama.

DALIL AL QURAN
Dalil dari Al Quran adalah firman Allah ﷻ.

وَأَقِيمُوا الصَّلٰوةَ وَءَاتُوا الزَّكٰوةَ …
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah : Ayat 43)

Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ
“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.” (QS. At-Taubah : Ayat 103)

DALIL HADITS
Dalil dari hadits adalah sabda Rasulullah ﷺ (ketika Nabi ﷺ mengutus Mu’adz ke Yaman),
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. متفق عليه
“Beritahulah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah atas mereka, yang di ambil dari orang-orang kaya di antara mereka, untuk disalurkan kepada orang-orang miskin diantara mereka.”

DALIL IJMA’
Kaum muslim telah sepakat mengenai wajibnya zakat. Para sahabat juga telah sepakat untuk memerangi orang yang tidak menunaikan zakat. (Ibnu Qudamah, 2013 : 433) Barangsiapa mengingkari kefardhuannya, maka dia telah kafir dan murtad. Barangsiapa mengingkari kewajibannya karena ketidaktahuan, adakalanya karena baru masuk Islam atau karena tumbuh di pedalaman yang jauh dari kota, maka dia diberi tahu mengenai kewajiban zakat dan tidak dihukumi kafir; sebab alasannya bisa diterima. (Wahbah, 2011:168)

MUSTAHIK ZAKAT
Ketentuan untuk harta zakat adalah hanya boleh diberikan kepada 8 kelompok saja. Hal itu Allah ﷻ tegaskan di dalam QS. at-Taubah Ayat 60 :

إِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِينِ وَالْعٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

SYARAT-SYARAT ZAKAT
Zakat mempunyai syarat-syarat wajib dan syarat-syarat sah. Berdasarkan kesepakatan ulama, bahwa zakat terhukum wajib atas orang merdeka, Muslim, baligh, berakal jika dia memiliki satu nishab dengan kepemilikan yang sempurna, genap satu tahun. Dan Zakat sah dengan niat yang dibarengkan ketika pembayaran zakat berdasarkan kesepakatan ulama.

Adapun syarat-syarat wajib zakat, artinya kefardhuannya adalah hal-hal berikut:

1. ISLAM.
Tidak ada kewajiban zakat atas orang kafir berdasarkan ijma’ ulama.

2. BALIGH DAN BERAKAL.
Ini adalah syarat menurut Hanafiyah. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban zakat atas anak kecil dan orang gila pada harta mereka. Sebab, mereka tidak dikhitabi untuk melaksanakan ibadah seperti shalat dan puasa. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat, baligh dan berakal tidak disyaratkan. Zakat wajib pada harta anak kecil dan orang gila. Wali keduanya mengeluarkan zakat dari harta keduanya. (Wahbah, 2011 : 170 – 173)

Ulama yang berpendapat bahwa anak kecil wajib mengeluarkan zakat dari hartanya dikemukakan oleh Ali, Ibnu Umar, Jabir, dan Aisyah RA (dari kalangan ulama sahabat), begitu juga Malik, Syafi’i, Ats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan sejumlah ulama dari berbagai negeri. Rasulullah ﷺ bersabda.
إِبْتَغُوْا فِي مَالِ الْيَتَامَى لاَتَأْكُلُهَا الزَّكَاةُ. رواه الترمذي
“Carilah rezeki dengan harta anak-anak yatim. Jangan sampai ia dimakan zakat.”

Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa anak kecil tidak wajib mengeluarkan zakat antara lain oIeh An-Nakha’i, Al Hasan, dan Said bin Jubair dari kalangan ulama tabi’in.

Sebab perbedaan pendapat para ulama berpangkal dari perbedaan pemahaman zakat secara syar’iat, apakah zakat itu ibadah yang sama kedudukannya dengan salat dan puasa, ataukah merupakan hak fakir miskin yang memang harus dibayar oleh orang-orang kaya. Jika zakat tergolong sebagai ibadah, maka syaratnya harus baligh. Namun jika zakat tergolong hak bagi fakir miskin yang harus dibayar oleh orang kaya, maka tidak disyaratkan keharusan baligh. (Ibnu Rusyd, 2006 : 509 – 510)

3. KRITERIA HARTA ZAKAT
Tidak semua harta kekayaan wajib dikeluarkan zakatnya. Aset yang berupa benda, seperti rumah, tanah, kendaraan, apabila tidak produktif tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya. Dengan kata lain, kondisi harta zakat disyaratkan berkembang. Sebab, makna zakat yakni berkembang, tidak bisa terjadi kecuali dari harta yang berkembang yakni keadaan harta itu bisa berkembang dengan diperdagangkan atau dengan dikembangbiakkan. (Wahbah, 2011:174)

Para ulama sepakat jenis harta wajib zakat yaitu dua jenis logam, yaitu emas dan perak. Tiga jenis hewan (yaitu unta, sapi, dan kambing). Dua jenis tanaman biji (yaitu jagung dan gandum), serta dua jenis buah-buahan (yaitu kurma dan anggur). (Ibnu Rusyd, 2006 : 521)

a. Tanaman dan Buah.
Allah ﷻ mewajibkan zakat pada tanaman dan buah-buahan berdasarkan firman-Nya QS. Al-Baqarah 2: Ayat 267 :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ ۖ
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.”

Jenis Tanaman yang Waiib Dikeluarkan Zakatnya pada Masa Rasulullah ﷺ adalah gandum, jagung, korma, dan anggur. Zakat tidak diberlakukan pada sayur-sayuran dan buah-buahan, kecuali anggur dan korma. (Sayyid Sabiq, 2009 : 89)

Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ الزَّكَاةَ فِي الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرِ وَالزَّبِيْبِ. رواه ابن ماجه
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ menetapkan zakat pada gandum, jelai, kurma dan kismis (anggur yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya).

وَلَيْسَ فِيْمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ مِنْ تَمْرٍ وَلاَ حَبٍّ صَدَقَةٌ. رواه مسلم و أحمد
“Tidak ada kewajiban zakat pada Kurma dan gandum yang kurang dari 5 wasaq.”

فِيْمَا سَقَتِ السَّمَاءُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَفِيْمَا سُقِيَ بِالنَضْحِ نِصْفُ الْعُشُرِ. رواه الجماعة إلاّ مسلم
“Tanaman yang disiram oleh langit atau mata air atau atsariyan, zakatnya adalah sepersepuluh (10%) dan tanaman yang disirami zakatnya setengah dari sepersepuluh (5%)”.

‘Atsariyan adalah jenis tanaman yang hidup dengan air dari hujan atau dari tanaman lain dan tidak membutuhkan penyiraman atau pemeliharaan oleh manusia.

Menurut Hanafiyah, zakat tanaman dan buah-buahan tidak disyaratkan genap satu tahun, sampainya nishab. Menurut mayoritas ulama disyaratkan nishab. (Wahbah, 2011:186)

b. Zakat Kambing, Sapi dan Unta.

فِي الإِبِلِ صَدَقَتُهَا وَفِي الغَنَمِ صَدَقَتُهَا وَفِيْ البَزِّ صَدَقَتُهَا. رواه دارا قطني
Pada unta ada kewajiban zakat, pada kambing ada kewajiban zakat dan pada barang yang diperdagangkan ada kewajiban zakat.

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ ﷺ بَعَثَهُ إِلَى أَلْيَمَنِ فَأَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلَاثِيْنَ بَقَرَةً تَبِيْعًا أَوْ تَبِيْعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِيْنَ مُسِنَّةً. رواه أحمد و الترمذي
Dari Muazd bin Jabal radhiyallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ mengutusnya ke Yaman dan memerintahkan untuk mengambil zakat dari tiap 30 ekor sapi berupa seekor tabiah, dari setiap 40 ekor sapi berupa seekor musinnah.

Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (2010 : 837) menjelaskan, istilah Tabi’ah adalah sapi betina atau jantan yang sudah genap berusia 1 tahun dan masuk tahun ke-2. Sedangkan musinnah adalah sapi betina yang sudah genap berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-3.

مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلاَّ أَرْبَعٌ مِنَ الإِبِلِ فَلَيْسَ فِيْهَا صَدَقَةٌ أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا. رواه البخاري
“Siapa yang tidak memiliki unta kecuali hanya empat ekor saja maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila Allah menghendaki.”

فِيْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ. رواه البخاري
“Setiap lima ekor unta zakatnya adalah seekor kambing betina.”

c. Zakat Emas dan Perak.
Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:

إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيْهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَئٌ -يَعْنَى فِي الذَّهَبِ- حَتَّى يَكُوْنَ لَكَ عِشْرُوْنَ دِيْنَارًا, فَإِذَا كَانَتْ لَكَ عِشْرُوْنَ دِيْنَارٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيْهَا نِصْفُ دِيْنَارٍ.. رواه أبو داود
“Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah lewat satu tahun, maka zakatnya sebanyak 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat (emas) kecuali engkau memiliki 20 dinar, jika engkau memiliki 20 dinar dan telah lewat satu tahun, maka zakatnya setengah dinar.”

لَيْسَ فِيْمَا دُونَ خَمسٍ أَوَاقٍ مِنَ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ. رواه البخاري
“Perak yang kurang dari 5 awaq tidak ada kewajiban zakatnya”

d. Zakat Stok Barang Perdagangan.

عَنْ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نَعُدُّ لِلْبَيْعِ. رواه أبو داود
“Dari Samurah radhiyallahuanhu bahwa Nabi ﷺ memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari barang yang disiapkan untuk diperdagangkan.”

Kalimat “alladzi nu’adu lil-bai’i” artinya adalah benda atau barang yang di persiapkan untuk diperjual-belikan. Jadi zakat ini memang bukan zakat jual-beli itu sendiri, melainkan zakat yang dikenakan atas barang yang dipersiapkan untuk diperjual-belikan.

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama fikih menyatakan wajib dikeluarkannya zakat atas barang yang diperdagangkan. (Sayyid Sabiq, 2009 : 85)

Ibnu Qudamah (2013 : 5) dalam al-Mughni’ berkata, Suatu barang tidak dapat dikatakan sebagai barang perniagaan kecuali jika memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Barang tersebut dimiliki dengan cara berusaha atau dengan cara yang sah, seperti jual-beli, perkawinan, khulu ‘ (pengajuan cerai dari istri), penerimaan hadiah, wasiat, ghanimah, dan beberapa jenis profesi yang diperbolehkan. Sebab, barang yang bukan hak milik, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Niat berdagang saja tidaklah cukup apabila seseorang tidak memiliki barang, seperti halnya puasa.

2. Barang tersebut diniatkan untuk diperniagakan atau dikomersialkan.

e. Zakat Rikaz.

وَ فِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ. رواه البخاري
“Zakat rikaz (harta karun) adalah seperlima atau 20%.”

4. PERSENTASE ZAKAT.
Ketentuan presentase harta yang wajib dikeluarkan dalam zakat emas, perak dan perniagaan besarannya 1/40 atau 2,5 % dari jumlah harta. Zakat panen hasil bumi yang butuh biaya pengairan besarnya 1/20 atau 5% dari jumlah harta dan 1/10 atau 10% dari zakat panen hasil bumi yang tidak butuh biaya pengairan. Untuk zakat rikaz besarnya 1/5 atau 20%.

5. MENCAPAI NISHAB (النصاب)
Nishab (النصاب) merupakan jumlah tertentu dari harta yang wajib dizakati. Nishab emas adalah 85 gram. Nishab perak 595 gram. Nishab biji-bijian, buah-buahan setelah kering menurut selain Hanafiyah adalah lima wasaq (653 kg). Nishab kambing adalah 40 ekor, unta 5 ekor; sapi 30 ekor. (Wahbah, 2011: 174)

6. MENCAPAI HAUL (الحول)
Istilah haul dalam bahasa Arab maknanya adalah as-sanah (السّنة) yang berarti tahun dan juga bermakna putaran. Istilah haul berarti jangka waktu satu tahun qamariyah untuk kepemilikan atas harta yang wajib dizakatkan (satu nishab). Rasulullah ﷺ bersabda

لاَ زَكَاةَ فِي مَالٍ يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ. رواه أبو داود
“Tidak ada kewajiban zakat pada harta sampai genap satu tahun.

Imam Nawawi berkata, Menurut mazhab kami, mazhab Malik, Ahmad, dan mayoritas ularna, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya disyariatkan harus mencukupi hitungan waktu selama satu tahun penuh, seperti emas, perak, dari binatang ternak. Jika sepanjang tahun tersebut mengalami kekurangan nisab, maka hitungan tahun akan terputus. Jika setelah itu nisab kembali mencukupi, maka hitungan berlaku lagi sejak tercapainya nisab tersebut.

Abu Hanifah berkata, Hitungan nishab harus dimulai pada awal hingga akhir tahun dan kekurangan yang terjadi di dalam kurun tahun tersebut tidak dihitung. (Sayyid Sabiq, 2009 : 69)

Syafi’iyah mengatakan, sebagaimana Malikiyah, bahwa genapnya satu tahun adalah syarat zakat emas dan Perak, barang-barang dagangan, dan binatang ternak. Hal ini tidak menjadi syarat untuk buah-buahan, tanaman, barang tambang, dan peninggalan kuno.

Allah ﷻ berfirman dalam QS. Al-An’am : Ayat 141.

وَءَاتُوا حَقَّهُۥ يَوْمَ حَصَادِهِۦ ۖ
“dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya (panen).”

Hitungan tahun zakat adalah Qamariyyah bukan Syamsiyyah berdasarkan kesepakatan ulama, sebagaimana hukum² Islam yang lain seperti puasa dan haji dan genapnya satu tahun adalah syarat untuk zakat selain tanaman dan buah-buahan. (Wahbah, 2011: 175 – 178)

Sebagai catatan. 1 tahun Qamariyyah atau Hijriyah berjumlah 354 hari, lebih cepat 11 hari dari kalender Syamsiyyah atau Masehi yang berjumlah 365 hari.

7. TIDAK ADA HUTANG.
Ulama berbeda pendapat terhadap orang yang memiliki harta kekayaan namun terjerat utang, yang jika harta tersebut diambil untuk menutup utang maka akan berkuranglah dari satu nishab.

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa utang tidak menggugurkan kewajiban zakat karena Bukan merupakan syarat. (Wahbah, 2011 : 180) Menurut Hanafiyah disyaratkan tidak ada hutang pada zakat selain tanaman (tanaman dan buah-buahan). Menurut Hanabilah di semua harta. Menurut Malikiyah bahwa utang hanya menghalangi zakat mata uang, bukan zakat tanaman, binatang ternak, dan barang tambang. Namun, jika ada harta benda lain yang dimiliki cukup untuk menutup utang, maka mata uang juga harus dizakati.

Abu Tsaur, Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, dan sekelompok ulama berpendapat bahwa, tidak ada kewajiban zakat sampai yang bersangkutan dianggap dapat menutupi utangnya terlebih dahulu. Dan jika sisanya masih mencapai satu nishab, maka harta tersebut wajib dizakati dan jika tidak maka tidak wajib untuk dizakati.

Sebab perbedaan pendapat adalah Ulama berbeda pemahaman tentang zakat secara syar’iat, apakah zakat itu ibadah yang sama kedudukannya dengan shalat dan puasa, atau merupakan hak fakir miskin yang memang harus dibayar oleh orang² kaya.

Jika zakat dipandang sebagai hak fakir miskin yang harus dibayarkan oleh orang kaya, maka orang yang mempunyai utang tidak wajib zakat, karena hak kreditur (yang memberi pinjaman) harus didahulukan daripada hak fakir miskin, dan harta itu sebenarnya milik kreditur, bukan milik si pemegang.

Sedangkan jika zakat dipandang sebagai ibadah, seperti halnya shalat dan puasa, orang yang mempunyai utang tetap wajib menunaikan zakat. Karena ibadah adalah wajib bagi setiap mukallaf, dan tidak ada hubungannya dengan utang. Juga, zakat adalah kewajiban manusia kepada Allah ﷻ, dan menutup utang adalah kewajiban terhadap sesama manusia. Kewajiban kepada Allah tentu harus lebih didahulukan.

Akan tetapi yang lebih dekat dengan tujuan syari’at adalah gugurnya zakat bagi orang yang mempunyai utang. Sebab orang yang memiliki utang tidak disebut sebagai orang kaya. (Ibnu Rusyd, 2011 : 511 – 512)

Rasulullah ﷺ bersabda,

صَدَقَةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتَرُدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. متفق عليه
“Zakat adalah yang diambil dari orang² kaya diantara mereka lalu dibagikan kepada orang² fakir diantara mereka.”

8. PERANTARA AMIL.
Definisi Amil menurut Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah Bajuri 1/543) adalah

وَالْعَامِلُ مَنِ اسْتَعْمَلَهُ الْإِمَامُ عَلَى أَخْذِ الصَّدَقَاتِ وَدَفْعِهَا لِمُسْتَحِقَّهَا.
“Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat kepada mustahik.”

Maka dapat dipahami bahwa syarat disebut ‘Amil Zakat itu ada dua:

1. Diberi kuasa oleh penguasa untuk mengurus zakat, bukan mengangkat dirinya sendiri sebagai amil zakat.
2. Mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sehingga ia bukan hanya sekedar duduk menunggu.

Adapun firman Allah ﷻ yang menunjukkan bahwa zakat diambil dan diberikan kepada imam terdapat pada QS. at Taubah ayat 60 yakni

… وَالْعٰمِلِينَ عَلَيْهَا …
“Dan pengurus² (amil) zakat … “

Hal itu diperkuat oleh firman Allah ﷻ dalam QS. at Taubah ayat 103 yakni

خُذْ مِنْ أَمْوٰلِهِمْ …
“Ambillah zakat dari harta mereka…”

SYARAT-SYARAT SAH ZAKAT
1. NIAT.
Jumhur ulama bersepakat, niat merupakan salah satu syarat menunaikan zakat. Abu Al Qasim Al Kharqi berkata, Tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat. Kecuali yang diambil oleh imam secara paksa. Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ. وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. رواه البخاري
“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada Niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh balasan menurut apa yang mereka niatkan.”

Penunaian zakat adalah amal, dan itu adalah ibadah, sehingga bisa berjenis wajib dan bisa juga sunnah, demikian untuk membedakan dari kafarat dan sadaqah-sadaqah yang lain. Maka harus disertai niat sebagaimana shalat dan puasa. (Ibnu Qudamah, 2013 : 537 – 538)

Maka, seseorang yang hendak mengeluarkan zakat diharuskan berniat, agar ibadah zakat nya menjadi sah. Caranya, seseorang yang mengeluarkan zakat hanya bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ﷻ, mengharapkan pahala dari sisi-Nya, serta meyakini bahwa apa yang dilaksanakannya adalah zakat yang diwajibkan bagi dirinya.

Imam Malik dan Syafi’i mensyaratkan niat hendaknya dilakukan ketika membayar zakat. Menurut Imam Abu Hanifah, niat diwajibkan ketika membayar zakat atau tatkala memisahkan harta yang akan dibayarkan zakatnya. Sedangkan Imam Ahmad membolehkan mendahulukan niat sebelum membayar zakat, dengan syarat tidak berselang terlalu lama. (Sayyid Sabiq, 2009 : 72)

2. MEMBERIKAN KEPEMILIKAN.
Untuk keabsahan zakat, disyaratkan memberikan hak kepemilikan kepada mustahik zakat. (Wahbah, 2011:184)

Referensi

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Takhrij: Ahmad Abu Al Majdi. Jilid 1 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006).

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Jilid 4, Tahqiq: DR. Muhammad Syarifuddin Khathab, DR. Sayyid Muhammad Sayyid dan Prof. Sayyid Ibrahim Sayyid, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013).

Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, jilid 5&6 (Jakarta : Pustaka Azzam, 2010).

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 2, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009).

Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Jilid 3 (Jakarta : Gema Insani, 2011).

Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, (Beirut : Mu’assisah Ar-Risalah, 1973).

Tinggalkan komentar